29 Juli 2012

akuntansi syariah



A. Penyajian Laporan Keuangan
Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan (religiusitas) masyarakat Muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Untuk mengelola institusi Islami ini diperlukan pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan. Pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan dengan karakteristik tertentu yang sesuai dengan syariah. Pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada institusi bisnis Islami inilah yang kemudian berkembang menjadi akuntansi syariah. Akuntansi syariah (shari’a accounting) menurut Karim (1990) merupakan bidang baru dalam studi akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai, etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagai akuntansi Islam (Islamic Accounting).
A.      Tujuan Laporan Keuangan Syariah
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan dari suatu entitas syariah. Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang meliputi:
1.         Aset
2.         Kewajiban
3.         Dana syirkah temporer
4.         Ekuitas
5.         Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
6.         Arus kas
7.         Dana zakat
8.         Dana kebajikan.
Informasi tersebut di atas beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
B.       Identifikasi Laporan Keuangan
Laporan keuangan diidentifikasikan dan dibedakan secara jelas dari informasi lain dalam dokumen publikasi yang sama. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi berikut ini disajikan dan diulangi jika perlu pada setiap halaman laporan keuangan:
1.         Nama entitas syariah pelapor atau identitas lain
2.         Cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu entitas atau beberapa entitas
3.         Tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mana yang lebih tepat bagi setiap komponen laporan keuangan
4.         Mata uang pelaporan
5.         Satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.

C.   Komponen Laporan Keuangan Syariah
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
1.         Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
2.         Laporan Laba Rugi
3.         Laporan Arus Kas
4.         Laporan Perubahan Ekuitas
5.         Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
6.         Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
7.         Catatan atas Laporan Keuangan
8.         Laporan Surplus Defisit Underwriting Dana Tabarru
9.         Laporan Perubahan Dana Tabarru
Jika entitas syariah merupakan lembaga keuangan maka selain komponen laporan keuangan yang diuraikan di atas, entitas syariah tersebut juga harus menyajikan komponen laporan keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik utama entitas tersebut jika substansi informasinya belum tercakup.
1.         Neraca
Entitas syariah menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan liabilitas jangka pendek terpisah dari liabilitas jangka panjang kecuali untuk industri tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan khusus. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya. Entitas syariah harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.

a.         Aset Lancar
Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika aset tersebut:
1)        Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal entitas syariah
2)        Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisir dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca
3)        Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
Aset lancar termasuk persediaan dan piutang dagang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi entitas syariah walaupun aset tersebut tidak diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. Surat berharga diklasifikasikan sebagai aset lancar apabila surat berharga tersebut diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca dan jika lebih dari dua belas bulan diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar.

b.      Liabilitas Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek, jika:
1)        Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi entitas syariah
2)        Jatuh tempo dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal Neraca.
Semua liabilitas lainnya harus diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka panjang.
Liabilitas jangka pendek dapat diklasifikasikan dengan cara yang serupa dengan aset lancar. Beberapa liabilitas jangka pendek seperti hutang dagang dan biaya pegawai serta biaya operasi lainnya membentuk sebagian modal kerja yang digunakan dalam siklus operasi normal entitas syariah.
Neraca entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur posisi keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Neraca, minimal mencakup pos-pos berikut:
(a)          Kas dan setara kas
(b)          Aset keuangan
(c)          Piutang usaha dan piutang lainnya (kontribusi, reasuransi)
(d)         Persediaan
(e)          Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas
(f)           Aset tetap
(g)          Aset tak berwujud
(h)          Hutang usaha dan hutang lainnya
(i)            Hutang pajak
(j)            Dana syirkah temporer
(k)          Hak minoritas
(l)            Modal saham dan pos ekuitas lainnya.


PT Asuransi Syariah “X”
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Per 31 Desember 20x1

ASET

Kas dan setara kas
XXX
Piutang kontribusi
XXX
Piutang Reasuransi
XXX
Piutang
XXX
Murabahah
XXX
Salam
XXX
Istishna
XXX
Investasi pada surat berharga
XXX
Pembiayaan
XXX
Mudharabah
XXX
Musyarakah
XXX
Investasi pada entitas lain
XXX
Properti Investasi
XXX
Aset tetap dan akumulasi penyusutan
XXX
Jumlah Aset
XXX


Liabilitas

Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak
XXX
Utang klaim
XXX
Klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan
XXX
Bagian reasuransi dari pihak lain atas klaim yang masih harus dibayar
XXX
Bagian peserta atas surplus underwrting dana tabarru yang masih harus dibayar
XXX
Utang reasuransi
XXX
Utang dividen
XXX
Utang pajak
XXX
Jumlah Liabilitas
XXX


Dana Peserta

Dana syirkah temporer mudharabah
XXX
Dana tabarru
XXX
Jumlah dana peserta
XXX


Ekuitas

Modal disetor
XXX
Tambahan modal disetor
XXX
Saldo laba
XXX
Jumlah ekuitas
XXX
Jumlah Liabilitas, Dana Peserta, dan Ekuitas
XXX

2.         Laporan Laba Rugi
Laporan Laba Rugi entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos berikut:
a.         Pendapatan usaha
b.        Bagi hasil untuk pemilik dana
c.         Beban usaha
d.        Laba atau rugi usaha
e.         Pendapatan dan beban nonusaha
f.         Laba atau rugi dari aktivitas normal
g.        Beban pajak
h.        Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
Komponen-komponen laporan laba rugi bank syariah disusun dengan mengacu pada PSAK untuk pos-pos umum. Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK terkait, bank syariah menyajikan laporan laba rugi yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada pos-pos berikut:
a.         Pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib:
1)        Pendapatan dari jual beli:
(a)      Pendapatan marjin murabaha
(b)      Pendapatan neto salam paralel
(c)      Pendapatan neto istishna paralel
2)        Pendapatan dari sewa:
(a)      Pendapatan neto ijarah
3)        Pendapatan dari bagi hasil:
(a)      Pendapatan bagi hasil mudharabah
(b)      Pendapatan bagi hasil musyarakah
4)        Pendapatan usaha utama lainnya
b.        Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer
c.         Pendapatan usaha lainnya;
1)        Pendapatan imbalan (fee) jasa perbankan
2)        Pendapatan imbalan investasi terikat.
d.        Beban usaha
e.         Laba atau rugi usaha
f.         Pendapatan nonusaha
g.        Beban non-usaha
h.        Beban pajak
i.          Laba atau rugi neto.
Asuransi Syariah “X”
Laporan Laba Rugi
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 20x1
Pendapatan

Pendapatan pengelolaan operasi asuransi (ujrah)
XXX
Pendapatan pengelolaan portofolio investasi dana peserta
XXX
Pendapatan pembagian surplus underwriting
XXX
Pendapatan investasi
XXX
Jumlah Pendapatan
XXX


Beban

Beban komisi
XXX
Ujrah dibayar
XXX
Beban umum dan administrasi
XXX
Beban pemasaran
XXX
Beban pengembangan
XXX
Jumlah Beban
(XXX)


Laba Usaha
XXX


Pendapatan (beban) non usaha neto
XXX


Laba Sebelum Pajak
XXX


Beban Pajak
(XXX)


Laba neto
XXX
3.         Laporan Arus Kas
Laporan arus kas disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait.

4.    Laporan Perubahan Ekuitas
Entitas syariah harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a.         Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan
b.        Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait diakui secara langsung dalam ekuitas
c.         Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait
d.        Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik
e.         Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya
f.         Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
5.    Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Entitas syariah menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a.         Dana zakat berasal dari wajib zakat (muzakki)
1)        Zakat dari dalam entitas syariah
2)        Zakat dari pihak luar entitas syariah
b.        Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk:
1)        Fakir
2)        Miskin
3)        Riqab
4)        Orang yang terlilit hutang (gharim)
5)        Muallaf
6)        Fiisabilillah
7)        Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil)
8)        Amil
c.         Kenaikan atau penurunan dana zakat
d.        Saldo awal dana zakat
e.         Saldo akhir dana zakat.
Entitas syariah harus mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, tetapi tidak terbatas pada:
a.         Sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas syariah
b.        Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas syariah
c.         Kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf
d.        Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan atas pihak terkait,sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga.
PT Bank Syariah “X”
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20x1
Sumber Dana Zakat

Zakat dari dalam bank syariah
XXX
Zakat dari pihak luar bank syariah
XXX
Jumlah sumber dana zakat
XXX


Penggunaan Dana Zakat

Fakir
(XXX)
Miskin
(XXX)
Amil
(XXX)
Muallaf
(XXX)
Orang yang terlilit hutang (gharim)
(XXX)
Riqab
(XXX)
Fisabilillah
(XXX)
Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil)
(XXX)
Jumlah penggunaan dana zakat
(XXX)


Kenaikan (penurunan) dana zakat
XXX
Saldo awal dana zakat
XXX
Saldo akhir dana zakat
XXX
6.         Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Entitas menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a.         Sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan:
1)        Infak
2)        Sedekah
3)        Hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
4)        Pengembalian dana kebajikan produktif
5)        Denda
6)        Pendapatan nonhalal.
b.        Penggunaan dana kebajikan untuk:
1)        Dana kebajikan produktif
2)        Sumbangan
3)        Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.
c.         Kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan
d.        Saldo awal dana penggunaan dana kebajikan
e.         Saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan.
Penerimaan dana kebajikan oleh entitas syariah diakui sebagai kewajiban paling likuid dan diakui sebagai pengurang kewajiban ketika disalurkan.
Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, tetapi tidak terbatas, pada:
a.         Sumber dana kebajikan
b.        Kebijakan penyaluran dana kebajikan kepada masing-masing penerima
c.         Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima dana kebajikan diklasifikasikan atas pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan yang  diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga.
d.        Alasan terjadinya dan penggunaan atas penerimaan nonhalal.

PT Bank Syariah “X”
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1
Sumber Dana Kebajikan

Infak zakat dari dalam bank syariah
XXX
Sedekah
XXX
Hasil pengelolaan wakaf
XXX
Pengembalian dana kebajikan produktif
XXX
Denda
XXX
Pendapatan nonhalal
XXX
Jumlah Sumber Dana Kebajikan
XXX


Penggunaan Dana Kebajikan

Dana kebajikan produktif
(XXX)
Sumbangan
(XXX)
Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum
(XXX)
Jumlah Penggunaan Dana Kebajikan
(XXX)


Kenaikan (penurunan dana kebajikan)
XXX


Saldo awal dana kebajikan
XXX
Saldo akhir dana kebajikan
XXX

7.         Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikansecara sistematis. Setiap pos dalam Neraca, Laporan Laba Rugi dan Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
a.         Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting
b.        Informasi yang diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan tetapi tidak disajikan di Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, dan Laporan Penggunaan Dana Kebajikan
c.         Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
Pengungkapan Lain
Entitas syariah mengungkapkan hal-hal berikut ini jika tidak diungkapkan dibagian manapun dari informasi yang dipublikasikan bersama dengan laporan keuangan:
a.         Domisili dan bentuk hukum entitas syariah, negara tempat pendirian entitas syariah, alamat kantor pusat entitas syariah serta lokasi utama bisnis jika berbeda dari lokasi kantor pusat
b.        Keterangan mengenai hakekat operasi dan kegiatan utama entitas syariah
c.         Nama entitas syariah dalam grup, nama entitas syariah asosiasi, nama entitas syariah induk dan entitas syariah holding
d.        Nama anggota direksi dan komisaris
e.         Jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah karyawan selama periode yang bersangkutan.
Untuk setiap jenis instrumen pendanaan dalam mata uang asing, entitas syariah harus mengungkapkan informasi berikut ini:
a.         Karakteristik umum dari setiap instrumen pendanaan termasuk informasi mengenai nisbah bagi hasil/margin/ujrah dan nama pemodal
b.        Nilai nominal dalam mata uang asing, jangka waktu, tanggal jatuh tempo, jadwal angsuran atau pembayaran
c.         Dasar konversi menjadi efek lain jika instrumen pendanaan dapat dikonversi
d.        Nilai kurs yang digunakan pada tanggal Neraca
e.         Jaminan
f.         Hal penting lainnya.

8.    Laporan Surplus Defisit Underwriting Dana Tabarru’
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan laba rugi peserta, dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK yang relevan, mencakup tetapi tidak terbatas pada:
a.         Kontribusi bruto
b.        Bagian reasuransi atas kontribusi
c.         Perubahan kontribusi yang belum menjadi hak
d.        Penerimaan kontribusi untuk periode berjalan
e.         Pembayaran klaim bruto
f.         Bagian reasuransi dan pihak lain atas pembayaran klaim bruto
g.        Perubahan klaim yang masih harus dibayar (outstanding claim)
h.        Perubahan bagian reasuransi atas klaim yang masih harus dibayar
i.          Penyisihan teknis
j.          Beban pengelolaan asuransi
k.        Pendapatan investasi
l.          Surplus atau defisit underwriting dana tabarru’.

PT Asuransi Syariah “X”
Laporan Surplus Defisit Underwriting Dana Tabarru’
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 20x1
Pendapatan Asuransi

Kontribusi bruto
XXX
Ujrah pengelola
(XXX)
Bagian reasuransi (atas risiko)
(XXX)
Perubahan kontribusi yang belum menjadi hak
(XXX)
Jumlah pendapatan asuransi
XXX


Beban asuransi

Pembayaran klaim
XXX
Klaim yang ditanggung reasuransi dan pihak lain
(XXX)
Klaim yang masih harus dibayar
XXX
Klaim yang masih harus dibayar yang ditanggung reasuransi dan pihak lain
(XXX)
Penyisihan teknis:

Beban penyisihan teknis
XXX
Jumlah beban asuransi
XXX


Surplus (Defisit) Neto Asuransi
XXX
Pendapatan Investasi
XXX
Total pendapatan investasi
XXX
-/- beban pengelolaan protofolio investasi
XXX
Pendapatan investasi neto
XXX


Surplus (defisit) Under Writing dana Tabarru’
XXX

9.    Laporan Perubahan Dana Tabarru'
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan perubahan dana tabarru’ yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada pos-pos berikut:
a.         Surplus atau defisit periode berjalan
b.        Bagiab surplus yang didistribusikan ke peserta dan atau pengelola; dan
c.         Surplus yang tersedia untuk dana tabarru’

Asuransi Syariah “X”
Laporan Perubahan Dana Tabarru’
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 20X1


Surplus underwriting dana tabarru’
XXX
   Distribusi ke peserta
(XXX)
   Distribusi ke pengelola
(XXX)
Surplus yang tersedia untuk dana tabarru’
XXX
Saldo awal
XXX
Saldo akhir
XXX


B.   Akuntansi Murabahah
1.    Pengertian Murabahah
            Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli.
2.    Karakteristik murabahah
            Murabahah dapat dilakukan berdasarakan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.
            Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
          Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli tetapi pembayaran dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.
            Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.
            Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan harga perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah maka potongan tersebut merupakan hak pembeli. Sedangkan diskon yang diterima setelah akad murabahah disepakati maka sesuai dengan yang diatur dalam akad, dan jika tidak diatur dalam akad maka potongan tersebut adalah hak penjual.
                 Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain:
a.         Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang.
b.        Diskon  biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang.
c.         Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.
            Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika akad tidak mengatur maka diskon tersebut menjadi hak penjual.
            Penjual dapat meminta uang muka pembeli sebagai komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
            Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang dijanjikan, penjual tidak mengenakan denda kecuali dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
            Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli:
a.         Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu
b.        Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang disepakati.
                 Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika pembeli:
a.         Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu
b.        Mengalami penurunan kemampuan pembayaran.

3.    Pengakuan dan Pengukuran
            Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
a.         Jika murabahah pesanan mengikat:
1)        Dinilai sebesar biaya perolehan; dan
2)        Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
b.    Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat:
1)        Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah
2)        Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
            Potongan pembelian aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
a.         Jika terjadi sebelum akad murabahah maka sebagai pengurang biaya perolehan aset murabahah
b.        Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati maka bagian yang menjadi hak nasabah:
1)        Dikembalikan kepada nasabah jika nasabah masih berada dalam proses penyelesaian kewajiban; atau
2)        Kewajiban kepada nasabah jika nasabah telah menyelesaikan kewajiban.
c.    Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang menjadi bagian hak lembaga keuangan syariah diakui sebagai tambahan keuntungan murabahah
d.    Jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad diakui sebagai pendapatan operasi lain.
            Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian potongan pembelian akan terelemminasi pada saat:
a.         Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah dikurangi dengan biaya pengembalian
b.        Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh penjual.
            Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar sebesar biaya perolehan aset mmurabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
            Keuntungan murabahah diakui:
a.         Pada saat terjadinya akad murabahah jika dilakukan secara tunai atau secara tanggung sepanjang masa angsuran murabahah tidak melebihi satu periode laporan keuangan
b.        Selama periode akad secara proposional, jika akad melampaui satu periode laporan keuangan.
            Jika menerapkan pengakuan keuntungan secara proposional, maka jumlah keuntungan yang diakui dalam periode ditentukan dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkutan. Persentase keuntungan dihitung dengan persentase perbandingan antara margin dan biaya perolehan murabahah. Alokasi keuntungan dengan menggunakan metode didasarkan pada konsep nilai waktu dari uang (time value of money) tidak diperkenankan karena tidak diakomodasi dalam kerangka dasar.
            Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui dengan menggunakan salah satu metode berikut:
a.         Jika diberikan pada saat penyelesaian maka penjual mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah
b.        Jika diberikan setelah penyelesaian maka penjual terlebih dahulu menerima pelunasan piutang murabahah dari pembeli, kemudian penjual membayar potongan pelunasan kepada pembeli dengan mengurangi keuntungan murabahah.
            Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
a.         Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.
b.        Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli diakui sebagai beban.
            Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
            Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
a.         Uang muka diakui sebagai uang  muka pembelian sebesar jumlah yang diterima;
b.        Pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungakan dengan iaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.
c.         Jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungakan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.
4.    Akuntansi Pembelian Akhir
            Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh dakui sebagai hutang murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan).
            Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabaha.
            Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proposional dengan porsi hutang murabahah.
            Diskon pembelian  yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan dan potongan  hutang murabahah sebagai pengurang beban murabahah tangguhan
            Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad  diakui sebagai kerugian.
            Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai kerugian
5.    Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
6.    Pengungkapan
Lembaga keuangan syariah mengungkapan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas, pada:
a.         Harga perolehan aset murabahah
b.        Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebgai kewajiban atau bukan
c.         Pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101.

C.Akuntansi Salam
1)      Definisi Salam
Menurut PSAK 103 tentang akuntansi salam, salam merupakan akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bertindak sebagai pembeli, entitas dapat meminta jaminan kepada penjual untuk menghindari risiko yang merugikan.
Barang pesanan harus diketahui dengan jelas karakteristiknya, baik dari jenisnya, spesifikasi teknis, kualitas, dan kualitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya. Begitu juga dengan alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa kas, barang, atau manfaat.
Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut Salam Paralel. Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
a)      akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah dari akad antara lembaga keuangan syariah (penjual) dan pembeli akhir.
b)      kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq).

2)      Pengakuan dan Pengukuran Untuk Pembeli
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam dapat berupa kas dan asset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
a)      jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai nilai yang disepakati.
b)      jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
·         barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
·         barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad;
c)      jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
·         jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad.
·         jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi.
·         jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual. Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual, denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur. Denda dikenakan jika penjual lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.

3)      Pengakuan dan Pengukuran untuk Penjual
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang diterima. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar.
Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
4)      Penyajian dan Pengungkapan
Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
  • besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain.
  • jenis dan kuantitas barang pesanan.
  • pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Sedangan penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
·         piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa.
·         jenis dan kuantitas barang pesanan.
·         pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

D.Akuntansi Istisna
1)      Definisi Istisna
Istisna merupakan transaksi jual beli yang mirip dengan prinsip transaksi salam. Menurut PSAK 104 Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan barang pesanan (al-mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
Barang pesanan harus memenuhi kriteria:
·         memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati
·         sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk massal
·         harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika entitas bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor) untuk membuat barang pesanan juga dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel. Istishna paralel dapat dilakukan dengan syarat akad pertama, antara entitas dan pembeli akhir, tidak bergantung (mu’allaq) dari akad kedua, antara entitas dan pihak lain.
Pada dasarnya istishna’ tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
·         kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
·         akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
·         jumlah yang telah dibayarkan.
·         penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.

2)      Pengakuan dan pengukuran Untuk Penjual
Pendapatan  istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli. Jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka:
·         bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang bersangkutan.
·         bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada aset istishna’ dalam penyelesaian.
·         pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya istishna’ yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
·         tidak ada pendapatan istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai.
·         tidak ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai.
·         tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam penyelesaian sampai dengan pekerjaan tersebut selesai.
·         pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’, dan keuntungan dilakukan hanya pada saat penyelesaian pekerjaan.
Jika proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
·         margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna’ dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian jika menggunakan metode persentase penyelesaian, dan diakui pada saat penyerahan barang pesanan jika menggunakan metode akad selesai.
·         selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.
Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna’ dan termin istishna’ (istishna’ billing) pada pos lawannya.
Sedangkan untuk biaya perolehan istishna’ terdiri dari:
·         biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan.
·         biaya tidak langsung adalah biaya  overhead, termasuk biaya akad dan praakad.
Biaya istishna’ paralel terdiri dari:
·         biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas.
·         biaya tidak langsung adalah biaya  overhead,termasuk biaya akad dan praakad.
·         semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.
Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna’.
Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan dan biaya istishna’ akibat perubahan pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai berikut:
·         nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh penjual dan pembeli ditambahkan kepada pendapatan istishna’dan biaya istishna’.
·         jika kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang dipersyaratkan dipenuhi, maka jumlah biaya setiap tagihan tambahan akan menambah biaya istishna’; sehingga pendapatan istishna’ akan berkurang sebesar jumlah penambahan biaya akibat klaim tambahan.
·         perlakuan akuntansi di atas juga berlaku pada istishna’ paralel, akan tetapi biaya perubahan pesanan dan tagihan tambahan ditentukan oleh produsen atau kontraktor dan disetujui penjual berdasarkan akad istishna’ paralel.
Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna’ akan melebihi pendapatan istishna’, taksiran kerugian harus segera diakui.

3)      Pengakuan dan Pegukuran Untuk Pembeli
Pembeli mengakui aset  istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna’ kepada penjual. Aset istishna’ yang diperoleh melalui transaksi istishna’ dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban istishna’ tangguhan. Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna’.
Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam istishna’ paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna’. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

4)      Penyajian
Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
·         Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
·         Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.
Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
·         Hutang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
·         Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
                                                  i.   persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau
                                                ii.   kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’.

E. Akuntansi Mudharabah
1.Definisi
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama ( pemilik dana = shahibul maal ) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua ( pengelola dana = mudharib ) bertindak selaku pengelola dan ketuntungan di bagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugiaan finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
a.       Mudharabah Muthlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
b.      Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau objek investasi.
c.       Mudharabah Musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Akuntansi Mudhrabah bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi mudharabah. Ruang lingkup akuntansi mudharabah diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib), tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.
2.Karakteristik
a.Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
b.Mudharabah terdiri atas mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.
c.Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain:
1.tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;
2.tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin  atau tanpa jaminan; atau
3.mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ke tiga.
d.Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pegelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
e.Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri.
f.Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana.
3.Prinsip Pembagian Hasil Usaha
a.Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba ( profit sharing ). Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto ( gross profit ) bukan total pendapatan usaha ( omzet ). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto ( net profit ) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
b.Contoh:
Penjualan            100
HPP                        65
Laba Bruto          35           gross profit margin
Biaya                     25
Laba Neto           10           profit sharing

3.Pengakuan dan Pengukuran
Akuntansi Untuk Pemilik Dana
Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah.
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian;
Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas dan aset nonkas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Penghasilan Usaha
Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.  Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.

Akuntansi Untuk Pengelola Dana
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkaas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai ketentuan pada paragraf 12 - 13. Pengelola dana mengakui pendapatan atas pengaluran dana syirkah temporer secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip, yaitu bagi laba atau bagi hasil. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.
4.Penarikan
Pernyataan ini menggantikan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan mudharabah.

F.Akuntansi Musyarakah
Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau asset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
Musyrakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.
Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Sedangkan mitra pasif adalah mitra yang ikut menegelola usaha musyarakah.
Karakteristik
Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain.
Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja adalah:
(a) pelanggaran terhadap akad, antara lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau
(b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
 Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang. Keuntungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas) atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas). Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnnya. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
Pengelola musyarakah mengadministrasikantransaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri.

Pengakuan dan Pengukuran
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usahamusyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil,maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.

AKUNTANSI UNTUK MITRA AKTIF
Pada Saat Akad
 Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah. Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan:
(a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan
(b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah.
Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru.
Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a)    dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang  diterima; dan
(b)   dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.

Selama Akad
Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada).
Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.
Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.
Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.
AKUNTANSI UNTUK MITRA PASIF
Pada Saat Akad
Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada
mitra aktif. Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai:
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada).
Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.
Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai:
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada). Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.
Selama Akad
Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika
ada).
Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana.

PENYAJIAN
Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan:
(a) Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
(b) Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk;
(c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas.
Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan:
(a) Kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai investasi musyarakah;
(b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian asset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
PENGUNGKAPAN
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
(b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
KETENTUAN TRANSISI
Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi musyarakah yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan Pernyataan ini secara retrospektif.

G. Akuntansi Ijarah
1. Karakteristik
Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan asset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
            Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan obyek ijarah pada saat tertentu. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diarahkan dari
pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan obyek ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara:
(a) hibah;
(b) penjualan sebelum akad berakhir sebesar sebanding dengan sisa cicilan sewa atau harga yang disepakati;
(c) penjualan pada akhir masa ijarah dengan pembayaran tertentu sebagai referensi yang disepakati dalam akad; atau
(d) penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.

2. Pengakuan dan Pengukuran
        PSAK N0.107 (2008) mengelompokkan pengakuan dan pengukuran  ijarah menjadi empat kelompok, yaitu :
a.      Akuntansi Pemilik (Mu’jir)
*      Biaya Perolehan
Menurut PSAK No.107 (2008), obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan obyek yang berupa aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
*      Penyusutan
Berdasarkan PSAK No.107 (2008), Obyek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat
ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5 tahun. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa asset tetap sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
*      Pendapatan dan Beban
1.      Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa.
2.       Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.
3.      Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
(a)    biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;
(b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya; dan
(c) dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan obyek ijarah yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah.
 Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
*      Perpindahan Kepemilikan
Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
(b) penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
(c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian; atau
(d)penjualan objek ijarah secara bertahap, maka:
(i) selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian; sedangkan
(ii) bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut

b. Akuntansi Penyewa (Musta’jir)
*      Beban
Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima.
Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
Biaya pemeliharaan obyek ijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan obyek ijarah.
*      Perpindahan Kepemilikan
Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
(a)    hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek ijarah yang diterima;
(b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati;
(c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran yang disepakati; atau
(d) pembelian objek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar biaya perolehan objek ijarah yang diterima.

c. Penjualan dan Ijarah
Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. 25. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas
tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa.
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.

d.   Ijarah-Lanjut
 Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam PSAK ini.
Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai penyewa) dengan pemilik, dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai pemilik) dengan pihak penyewa-lanjut.



3.Penyajian
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

4. Pengungkapan
Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
(i) keberadaan wa’ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’ad pengalihan kepemilikan);
(ii) pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut;
(iii) agunan yang digunakan (jika ada);
(b) nilai perolehan dan akumulasi penyusutan untuk setiap kelompok aset ijarah; dan
(c) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).
  Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
(i) total pembayaran;
(ii) keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan);
(iii) pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut;
(iv) agunan yang digunakan (jika ada); dan
c)      keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual dan- ijarah).

CONTOH APLIKASI IJARAH KONTEMPORER      
Ijarah
Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atas barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa. Sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah. Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik yang menyewakan.
Contoh : Pemilik kendaraan bermotor  menyewakan kendaraannya dengan memperoleh imbalan uang sewa. Seorang mandor memperoleh upah dari manfaat tenaga kerja yang diberikan kepada pemilik proyek.

Contoh Ijarah :
1.      Tanggal 1 Jan 2008, bank membeli mobil untuk disewakan dengan harga Rp 150 juta.
Jurnalnya:
              1 Jan  Aktiva Ijarah    Rp 150 jt
                                    Kas                              Rp 150 jt
2.      Mobil seharga Rp 150 juta tadi, diperkirakan akan memiliki umur ekonomis selama  5 tahun dengan nilai residu sebesar 10% .
Biaya depresiasi per tahun (SLM) = {150 juta –( 10% x 15 juta)}/5 = 27 juta
Jurnal penyesuaian akhir periode (31 Des 2008):
Biaya depresiasi aktiva ijarah              Rp 27 jt
              Akm. Dep. Aktiva Ijarah                       Rp 27 jt
3.      Mobil seharga Rp 150 juta diawal disewakan dengan akad IMBT selama 4 tahun, dengan nilai residual 20%.
Biaya depresiasi per tahun (SLM)
    = {Rp 150 jt – (20% x Rp 150 jt)}/4 = Rp 30 jt
¡  Jurnalnya:
              Biaya depresiasi aktiva ijarah  Rp 30 jt
                 Akm. Dep. Aktiva Ijarah                  Rp 30 jt
l  Jurnal penerimaan pendapatan
              1 Jan  Kas                             Rp 8 jt
                            Pendapatan Ijarah               Rp 8 jt
l  Jurnal penyesuaian akhir tahun
              31 Des           Piutang Pendapatan Ijarah      Rp 8 jt
                                                Pendapatan Ijarah                   Rp 8 jt

l  Jurnal Pembalik tahun berikutnya
    1 Jan Piutang Pendapatan Ijarah    Rp 8 jt
                                    Pendapatan Ijarah               Rp 8 jt
l  Jurnal pengakuan penerimaan pendapatan sewa
              1 Jan  Kas                                          Rp 8 jt
                            Pendapatan Ijarah                           Rp 8 jt
4.      Untuk mobil yang disewakan sebelumnya, bank mengeluarkan biaya perbaikan tidak rutin pada 8 Juni 2008 sebesar Rp 1 juta. Kemudian pada 2 Oktober 2008 penyewa melakukan perbaikan atas seijin bank dengan biaya Rp 1 juta.
8 Juni   Biaya perbaikan                      Rp 1 juta
                        Kas                                                      Rp 1 juta
2 Okt    Biaya perbaikan                     Rp 1 juta
                        Kas                                                      Rp 1 juta

H. Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah
Penyelesaian piutang murabahah melalui restrukturisasi piutang murabahah dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami penurunan kemampuan dalam membayar angsuran atau tagihan murabahah. Kreditur yang melakukan restrukturisasi atas piutang murabahah-nya yang bermasalah akibat penurunan kemampuan pembayaran dari debitur dapat dilakukan dengan cara, satu atau lebih kombinasi berikut:
(a) memberi potongan tagihan murabahah
(b) melakukan penjadualan kembali tagihan murabahah
(c) melakukan konversi akad murabahah
Pemberian potongan tagihan murabahah dilakukan terhadap debitur yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran yang bersifat permanen sehingga debitur hanya mampu membayar lebih kecil daripada utang murabahah-nya. Penjadwalan kembali pembayaran angsuran murabahah dilakukan terhadap debitur yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran sehingga tidak mampu membayar angsuran sesuai jumlah dan waktu dalam akad murabahah. Namun, debitur tersebut masih mampu membayar sisa seluruh utangnya jika dilakukan penjadualan kembali.
Konversi akad murabahah dengan membuat akad dilakukan terhadap debitur yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran atas angsuran murabahah-nya, namun debitur tersebut masih prospektif. Konversi akad murabahah dilakukan dengan menghentikan akad murabahah dan membuat akad baru dengan skema ijarah muntahiyah bittamlik, mudharabah atau musyarakah. Sedangkan bagi debitur yang tidak mampu membayar tagihan murabahah dapat diselesaikan melalui penjualan obyek murabahah dan atau jaminan lainnya sesuai prinsip syariah.
§  Pengakuan dan Pengukuran
Akuntansi Kreditur
·         Potongan Tagihan Murabahah
Potongan yang diberikan dalam rangka restrukturisasi piutang murabahah diakui sebagai pengurang jumlah tercatat marjin murabahah tangguhan sampai habis sebelum pada akhirnya menggurangi biaya perolehan aset murabahah yang tersisa dalam piutang murabahah yang direstrukturisasi. Jika jumlah potongan yang diberikan melebihi saldo margin keuntungan murabahah tangguhan, maka selisih tersebut diakui sebagai kerugian.
·         Penjadualan Kembali Tagihan Murabahah
Penjadualan kembali tagihan murabahah, dalam rangka restrukturisasi, diberikan kepada debitur yang tidak bisa melunasi utangnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati. Penjadualan kembali tagihan murabahah dilakukan dengan ketentuan:
(a)    tidak menambah jumlah utang yang tersisa
(b)   pembebanan biaya dalam proses penjadualan kembali adalah biaya riil
(c) perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Biaya riil yang terkait dengan proses penjadualan kembali tagihan murabahah yang dibebankan kepada debitur diakui sebagai pendapatan. Biaya riil dalam proses penjadualan kembali piutang murabahah adalah biaya langsung (direct cost) dari aktivitas kreditur dalam melakukan penjadualan kembali tersebut.
·         Konversi Akad Murabahah
Konversi akad murabahah menjadi akad lainnya bagi debitur yang tidak bisa menyelesaikan utang murabahah sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi debitur tersebut masih prospektif dimungkinkan dengan ketentuan:
(a) akad murabahah dihentikan dengan cara:
(i)  obyek murabahah dijual oleh debitur kepada kreditur dengan harga pasar
(ii) debitur melunasi sisa utangnya kepada kreditur dari hasil penjualan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) jika hasil penjualan melebihi sisa utang, maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka ijarah muntahiyah bittamlik, bagian modal mudharabah musytarakah, atau bagian modal musyarakah
(2) jika hasil kredituran lebih kecil dari sisa utang maka utang yang penjualan setelah hasil kredituran tetap menjadi utang debitur yang cara pelunasannya disepakati antara kreditur dan debitur
(b) para pihak di atas (kreditur dan debitur) selanjutnya dapat membuat akad baru dengan akad:
(i)   ijarah muntahiyah bittamlik;
(ii) mudharabah; atau
(iii) musyarakah
Kelebihan sisa hasil penjualan, jika ada, diakui sebagai uang muka ijarah muntahiyah bittamlik, bagian modal mudharabah musytarakah atau bagian modal musyarakah, sesuai dengan akad baru yang disepakati. Perlakuan akuntansi untuk akad baru sesuai dengan PSAK terkait.
·         Debitur Tidak Mampu Bayar
Debitur yang tidak mampu melunasi utang murabahah sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati dapat melakukan restrukturisasi utangnya sesuai kesepakatan dengan kreditur dengan cara sebagai berikut:
(a) debitur menjual obyek murabahah dan atau jaminan lainnya kepada atau melalui kreditur dengan harga pasar
(b) debitur selanjutnya melunasi sisa utangnya kepada kreditur dari hasil penjualan dengan ketentuan sebagai berikut:
(i)   jika hasil penjualan lebih besar daripada sisa utang, maka sisa penjualan adalah   hak debitur
(ii)  jika hasil penjualan lebih kecil daripada sisa utang, maka selisihnya tetap menjadi utang debitur, atau kreditur dapat membebaskannya jika debitur tidak mampu membayar sisa utangnya.
Pembebasan kewajiban debitur (debitur) untuk membayar sisa utangnya diakui sebagai kerugian.
·         Penyajian
Kerugian yang timbul, jika ada, atas restrukturisasi piutang murabahah disajikan secara terpisah dalam laporan laba rugi.
Akuntansi Debitur
 Perlakuan akuntansi untuk restrukturisasi utang murabahah melalui konversi akad dilakukan sesuai dengan PSAK terkait untuk akad yang baru. Keuntungan neto atas restrukturisasi utang murabahah setelah pajak, jika ada, diakui dalam laporan laba rugi dalam periode terjadinya dan disajikan tersendiri sebagai bagian pendapatan nonusaha.
 Keuntungan neto yang timbul dari restrukturisasi utang murabahah sebesar selisih utang murabahah tercatat dikurangi jumlah yang harus diselesaikan, atau selisih hasil kredituran dengan nilai aset termasuk biaya-biaya yang terkait langsung dengan restrukturisasi utang murabahah tersebut.
§  Pengungkapan
1)      Kreditur mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan restrukturisasi piutang murabahah bermasalah meliputi tetapi tidak terbatas pada, nama debitur, jumlah piutang yang direstrukturisasi, alasan, dan metode restrukturisasi yang digunakan. Kreditur juga mengungkapkan keberadaan hubungan istimewa dengan debitur yang direstrukturisasi, jika ada.
2)      Debitur mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan informasi yang terkait dengan restrukturisasi utang murabahah meliputi tetapi tidak terbatas pada, nama kreditur, jumlah utang yang direstrukturisasi, alasan, dan metode restrukturisasi yang digunakan.

I. Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
1. Definisi
Zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzakki kepada mustahiq baik melalui amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai
persyaratan nisab, haul (baik yang periodik maupun yang tidak periodik), tarif zakat (qadar), dan peruntukannya. Orang atau entitas yang berhak menerima zakat disebut Mustahiq. Mustahiq terdiri dari:

1. fakir;
2. miskin;
3. riqab;
4. orang yang terlilit utang (ghorim);
5. muallaf;
6. fisabilillah;
7. orang dalam perjalanan (ibnu sabil);
8. amil.

 Infak/sedekah merupakan donasi sukarela, baik ditentukan maupun tidak ditentukan peruntukannya oleh pemberi infak/sedekah.
 Zakat dan infak/sedekah yang diterima oleh amil harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan tata kelola yang baik.

2. Pengakuan dan Pengukuran
a. Zakat
*      Pengakuan awal
 Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau asset lainnya diterima. Zakat yang  diterima dari muzakki diakui sebagai penambah dana zakat:
(a)    jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima;
(b)   jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar aset nonkas tersebut.
Jurnal :
Dr.  Kas – Dana Zakat                                           xxx
Dr.  Aset Non Kas (nilai wajar)- Dana Zakat         xxx
                       Cr.  Dana Zakat                                     xxx
Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK yang relevan.
Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk bagian nonamil. Jurnalnya :
Dr.  Dana Zakat                                     xxx
             Cr.  Dana Zakat – Amil                             xxx
             Cr.  Dana Zakat – Non Amil                     xxx
Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk masing-masing mustahiq ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil. Jika muzakki menentukan mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil maka aset zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujrah/fee maka diakui sebagai penambah dana amil. Jurnalnya :
     Dr.  Kas – Dana Zakat                    xxx
            Cr.  Dana Zakat – Non Amil                xxx

*      Pengukuran setelah pengakuan awal
Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai:
(a)    pengurang dana zakat, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil;
Dr.  Dana Zakat- Non Amil        xxx
                   Cr. Aset Non Kas                                    xxx
(b)   kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
   Dr. Dana Zakat - Amil - Kerugian      xxx
      Cr. Aset Non Kas                         xxx

* Penyaluran zakat
 Zakat yang disalurkan kepada mustahiq diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar:
(a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
Dr.  Dana Zakat - Non Amil xxx
                  Cr. Kas – Dana Zakat                              xxx
(b) jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.
Dr.  Dana Zakat- Non Amil              xxx
                  Cr. Aset Non Kas – Dana Zakat              xxx

b.   Infak/Sedekah
*   Pengakuan awal
   Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana infak/sedekah terikat atau tidak terikat sesuai dengan tujuan pemberi infak/sedekah sebesar:
(a) jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas;
(b) nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.
Jurnal :
    Dr.  Kas          - Dana Infaq/Sedekah                xxx
     Dr.  Aset Non Kas Lancar – Dana Infaq           xxx
    Dr.  Aset Non Kas Tidak Lancar - Dana Infaq   xxx
          Cr.  Dana Infaq/Sedekah                                 xxx
   Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar untuk aset nonkas tersebut. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode
penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK yang relevan.
    Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana infak/sedekah untuk bagian penerima infak/sedekah. Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk para penerima infak/sedekah ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil. Jurnal :
Dr.  Dana Infaq/Sedekah                       xxx
             Cr.  Dana Infaq/Sedekah – Amil         xxx
            Cr.  Dana Infaq/Sedekah – Non Amil   xxx

*   Pengukuran setelah pengakuan awal
   Infak/sedekah yang diterima dapat berupa kas atau aset nonkas. Aset nonkas dapat berupa aset lancar atau tidak lancar. Aset tidak lancar yang diterima oleh amil dan diamanahkan untuk dikelola dinilai sebesar nilai wajar saat penerimaannya dan diakui sebagai aset tidak lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan
sebagai pengurang dana infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan oleh pemberi. Jurnal :
Dr. Dana Infaq/Sedekah – Non Amil    xxx
        Cr. Akm Peny Aset Non Lancar                            xxx
Amil dapat pula menerima aset nonkas yang dimaksudkan oleh pemberi untuk segera disalurkan. Aset seperti ini diakui sebagai aset lancar. Aset ini dapat berupa bahan habis pakai, seperti bahan makanan; atau aset yang memiliki umur ekonomi panjang, seperti mobil ambulance. Aset nonkas lancar dinilai sebesar nilai perolehan sedangkan aset nonkas tidak lancar dinilai sebesar nilai wajar sesuai dengan PSAK yang relevan.
Penurunan nilai aset infak/sedekah tidak lancar diakui sebagai:
(a) pengurang dana infak/sedekah, jika terjadi bukan disebabkan oleh kelalaian amil;
    Dr.  Dana Infaq/Sedekah- Non Amil        xxx
          Cr. Aset Non Kas – Dana Infaq/Sedekah    xxx
(b) kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
     Dr. Dana Amil Infaq/Sedekah –Amil - kerugian    xxx
           Cr. Aset Non Kas – Infaq/Sedekah                              xxx
Dalam hal amil menerima infak/sedekah dalam bentuk aset (nonkas) tidak lancar yang dikelola oleh amil, maka asset tersebut harus dinilai sesuai dengan PSAK yang relevan.
Dana infak/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil dana pengelolaan diakui sebagai penambah dana infak/sedekah. Jurnal :
Dr.  Kas/PiutangInfaq/Sedekah         xxx
          Cr. Dana Infaq/Sedekah                          xxx

*      Penyaluran infak/sedekah
Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah sebesar:
(a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
Dr.  Dana Infaq/Sedekah – Non Amil                        xxx
                 Cr. Kas- Dana Infaq/Sedekah                                xxx
(b) nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas.
Dr.  Dana Infaq/Sedekah – Non Amil            xxx
            Cr. Aset Non Kas- Dana Infaq/Sedekah        xxx
 Penyaluran infak/sedekah kepada amil lain merupakan penyaluran yang mengurangi dana infak/sedekah sepanjang amil tidak akan menerima kembali aset infak/sedekah yang disalurkan tersebut. Jurnal :
       Dr.  Dana Infak/Sedekah                xxx
             Cr. Kas – Dana Infak/Sedekah             xxx
Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah. Jurnal:
     Dr.  Piutang- Dana Infaq/sedekah  xxx
            Cr. Kas – Dana Infak/Sedekah           xxx

c. Dana Nonhalal
Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional. Penerimaan nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.
Penerimaan nonhalal diakui sebagai dana nonhalal, yang terpisah dari dana zakat, dana infak/sedekah dan dana amil. Aset nonhalal disalurkan sesuai dengan syariah.
3. Penyajian
 Amil menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dana amil, dan dana nonhalal secara terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan).

4.   Pengungkapan
a. Zakat
 Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada:
(a) kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima;
(b) kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan zakat, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
(c) metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas;
(d) rincian jumlah penyaluran dana zakat yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung mustahiq; dan
(e) hubungan istimewa antara amil dan mustahiq yang meliputi:
(i). sifat hubungan istimewa;
(ii). jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
(iii).presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode.

b. Infak/Sedekah
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infak/sedekah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan infak/sedekah berupa aset nonkas;
(b) kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan infak/sedekah, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
(c) kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima;
(d) keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah dan persentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya;
(e) hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf (d) diungkapkan secara terpisah;
(f) penggunaan dana infak/sedekah menjadi asset kelolaan yang diperuntukkan bagi yang berhak, jika ada, jumlah dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta alasannya;
(g) rincian jumlah penyaluran dana infak/sedekah yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung oleh penerima infak/sedekah;
(h) rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat; dan
(i) hubungan istimewa antara amil dengan penerima infak/sedekah yang meliputi:
(i). sifat hubungan istimewa;
(ii). jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
(iii). presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode.
Selain membuat pengungkapan di paragraf 35 dan 36, amil mengungkapkan hal-hal berikut:
(a) keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan dan penyaluran dana, alasan, dan jumlahnya; dan
(b) kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah.

J.Akuntansi Sukuk
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi sukuk ijarah dan sukuk mudharabah.
Definisi :
v    Biaya transaksi adalah biaya tambahan yang dapat diatribusikan secara langsung dengan penerbitan atau perolehan sukuk.
v    Pasar yang lazim adalah pasar yang mana pembelian atau penjualan sukuk berdasarkan kontrak yang mensyaratkan penyerahan sukuk dalam kurum waktu yang umumnya ditetapkan dengan peraturan atau kebiasaan yang berlaku di pasar.
v    Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi) atas:
(a) aset berwujud tertentu;
(b) manfaat atas aset berwujud tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
(c) jasa yang sudah ada maupun yang akan ada;
(d) aset proyek tertentu;
(e) kegiatan investasi yang telah ditentukan.
v    Sukuk Ijarah adalah sukuk yang menggunakan akad ijarah.
v    Sukuk Mudharabah adalah sukuk yang menggunakan akad mudharabah.
Karakteristik :
v    Sukuk merupakan sertifikat yang bernilai sama yang diterbitkan atas nama pemilik atau pemegang sertifikat untuk menetapkan klaim pemilik sertifikat atas hak dan kewajiban keuangan yang diwakili oleh sertifikat tersebut.
v    Sukuk mewakili kepemilikan bersama dalam kepemilikan aset yang tersedia untuk diinvestasikan, baik aset nonmoneter, manfaat, jasa, atau kombinasi ketiganya, ditambah hak takberwujud, utang dan aset moneter.
v    Penerbitan dan perdagangan sukuk harus berdasarkan akad-akad syariah, termasuk adanya aset/aktivitas yang mendasari (underlying assets/activities).
v     Perdagangan sukuk tunduk kepada ketentuan yang mengatur perdagangan hak-hak yang diwakilinya.
v    Pemilik sertifikat berbagi hasil sebagaimana dinyatakan dalam akad dan menanggung kerugian sebanding dengan proporsi kepemilikan sertifikat.
v    Penerbitan sukuk ijarah dan sukuk mudharabah umumnya tidak hanya menggunakan akad ijarah atau mudharabah, tetapi dapat dikombinasikan dengan akad lain (multi akad). Untuk tujuan pengaturan dalam Pernyataan ini, semua akad tersebut diperlakukan sebagai satu kesatuan akad dalam penerbitan sukuk.
1)      AKUNTANSI PENERBIT
a)      Pengakuan dan Pengukuran
(1)   Sukuk Ijarah
(a)    Sukuk ijarah diakui pada saat entitas menjadi pihak yang terikat dengan ketentuan penerbitan sukuk ijarah. Sukuk ijarah diakui sebesar nominal dan biaya transaksi.
(b)   Pengakuan awal sukuk ijarah dilakukan pada saat sukuk ijarah diterbitkan.
(c)    Setelah pengakuan awal, jika jumlah tercatat berbeda dengan nilai nominal, maka perbedaan tersebut diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk ijarah.
(d)    Beban ijarah diakui pada saat terutang.
(e)    Amortisasi di paragraf 15 tidak diakui sebagai beban ijarah, tetapi diakui sebagai beban penerbitan sukuk ijarah.
(2)   Sukuk Mudharabah
(a)      Sukuk mudharabah diakui pada saat entitas menjadi pihak yang terikat dengan ketentuan penerbitan sukuk mudharabah. Sukuk mudharabah diakui sebesar nominal. Biaya transaksi diakui secara terpisah dari sukuk mudharabah.
(b)      Pengakuan awal sukuk mudharabah dilakukan pada saat sukuk mudharabah diterbitkan.
(c)      Biaya transaksi diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk mudharabah.
(d)     Amortisasi di paragraf 20 diakui sebagai beban penerbitan sukuk mudharabah.
(e)      Bagi hasil yang menjadi hak investor sukuk mudharabah diakui sebagai pengurang pendapatan, bukan sebagai beban.
b)     Penyajian
(1)   Sukuk ijarah
(a)    Sukuk ijarah disajikan sebagai liabilitas.
(b)   Untuk entitas yang menyajikan liabilitas menjadi liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang, maka sukuk ijarah disajikan sesuai dengan klasifikasi liabilitas tersebut.
(c)    Sukuk ijarah disajikan secara neto setelah premium atau diskonto dan biaya transaksi yang belum diamortisasi.
(2)  Sukuk mudharabah
(a)    Sukuk mudharabah disajikan sebagai dana syirkah temporer.
(b)   Untuk entitas yang menyajikan dana syirkah temporer secara terpisah dari liabilitas dan ekuitas (entitas syariah), maka sukuk mudharabah disajikan dalam dana syirkah temporer.
(c)    Untuk entitas yang tidak menyajikan dana syirkah temporer secara terpisah dari liabilitas dan ekuitas (bukan entitas syariah), maka sukuk mudharabah disajikan dalam liabilitas yang terpisah dari liabilitas lain. Sukuk mudharabah disajikan dalam urutan paling akhir dalam liabilitas.
(d)   Biaya transaksi untuk penerbitan sukuk mudharabah disajikan dalam aset sebagai beban ditangguhkan, bukan bagian dari sukuk mudharabah.
c)      Pengungkapan
(1)   Untuk sukuk ijarah, entitas mengungkapkan hal-hal berikut:
(a)  Uraian tentang persyaratan utama dalam penerbitan sukuk ijarah, termasuk:
(i) ringkasan akad syariah yang digunakan;
(ii) aset atau manfaat yang mendasari;
(iii) besaran imbalan;
(iv) nilai nominal;
(v) jangka waktu; dan
(vi) persyaratan penting lain.
(b) Penjelasan mengenai aset atau manfaat yang mendasari penerbitan sukuk ijarah,    termasuk jenis dan umur ekonomis; dan
(c)  Lain-lain.
(2)   Untuk sukuk mudharabah, entitas mengungkapkan hal-hal berikut:
(a) Uraian tentang persyaratan utama dalam penerbitan sukuk mudharabah, termasuk:
(i) ringkasan akad syariah yang digunakan;
(ii) aktivitas yang mendasari;
(iii) nilai nominal;
(iv) prinsip pembagian hasil usaha, dasar bagi hasil, dan besaran nisbah bagi hasil;
(v) jangka waktu;
(vi) persyaratan penting lain.
(b) Penjelasan mengenai aktivitas yang mendasari penerbitan sukuk mudharabah, termasuk jenis usaha, kecenderungan (tren) usaha, pihak yang mengelola usaha (jika dilakukan pihak lain); dan
(c)  Lain-lain.
2)     AKUNTANSI INVESTOR
a)      Pengakuan dan Pengukuran
(1)  Pengakuan Awal
(a)       Entitas mengakui investasi pada sukuk ijarah dan sukuk mudharabah sebesar harga perolehan.
(b)      Harga perolehan sukuk ijarah dan sukuk mudharabah yang diukur pada biaya perolehan termasuk biaya transaksi. Sedangkan harga perolehan sukuk ijarah dan sukuk mudharabah yang diukur pada nilai wajar tidak termasuk biaya transaksi.
(c)      Entitas mengakui investasi pada sukuk ijarah dan sukuk mudharabah pada saat tanggal perdagangan atau penyelesaian transaksi dalam pasar yang lazim.
(2)   Klasifikasi dan Reklasifikasi
(a)       Sebelum pengakuan awal, entitas menentukan klasifikasi investasi pada sukuk ijarah dan sukuk mudharabah sebagai diukur pada biaya perolehan atau diukur pada nilai wajar.
(b)       Investasi diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan jika:
                                            i. investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk memperoleh arus kas kontraktual; dan
                                          ii. persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok dan/atau hasilnya.
(c)       Model usaha yang bertujuan untuk memperoleh arus kas kontraktual didasarkan pada tujuan investasi yang ditentukan oleh entitas. Arus kas kontraktual yang dimaksud adalah arus kas bagi hasil dan pokok dari sukuk mudharabah; atau arus kas ujrah ijarah dan pokok dari sukuk ijarah. Setelah pengakuan awal, jika aktual berbeda dengan tujuan investasi yang telah ditetapkan, maka entitas menelaah kembali konsistensi tujuan investasinya.
(d)     Biaya transaksi untuk investasi pada sukuk ijarah dan sukuk mudharabah yang diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan diakui secara terpisah. Biaya transaksi tersebut diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk sebagai beban investasi.
(e)      Entitas tidak dapat mengubah klasifikasi investasi, kecuali terjadi perubahan tujuan model usaha sebagaimana dijelaskan di paragraf 37.
(3)   Setelah Pengakuan Awal
(a)     Untuk investasi pada sukuk yang diukur pada nilai wajar, selisih antara harga pasar dengan jumlah tercatat diakui dalam laba rugi.
(b)    Nilai wajar investasi ditentukan dengan mengacu pada harga pasar yang dipublikasikan.
(c)     Untuk investasi pada sukuk yang diukur pada biaya perolehan, jika terdapat indikasi penurunan nilai, maka entitas mengukur jumlah terpulihkannya. Jika jumlah terpulihkan lebih kecil daripada jumlah tercatat, maka entitas mengakui rugi penurunan nilai. Jumlah terpulihkan merupakan jumlah yang akan diperoleh entitas dari pengembalian pokok tanpa memperhitungkan nilai kininya.
(d)   Penyajian
(e)     Pendapatan investasi dan beban amortisasi biaya transaksi disajikan secara neto dalam laba rugi.
b)     Pengungkapan
1)      Entitas mengungkapkan hal-hal berikut ini:
(a) Klasifikasi investasi berdasarkan jumlah investasi;
(b) Tujuan model usaha yang digunakan;
(c) Jumlah investasi yang direklasifikasikan, jika ada, dan penyebabnya;
(d) Nilai wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan; dan
(e) Lain-lain
Contoh penerapan akuntansi sukuk berdasarkan PSAK 110.
A. Sukuk Ijarah Diterbitkan atas Aset yang Dimiliki
Entitas A menerbitkan sukuk ijarah atas Aset Z yang dimilikinya. Nilai tercatat Aset Z adalah Rp100 milyar dan metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus. Penerbitan sukuk dilakukan dengan skema sebagai berikut:
- Entitas A menerbitkan sukuk ijarah dan Investor membeli sukuk ijarah tersebut.
- Investor mewakilkan kepada Entitas A atas aset yang mendasari penerbitan sukuk (Aset Z).
- Aset Z disewakan kepada Konsumen.
(1) Pada saat Entitas A menerbitkan sukuk ijarah, Rp100 milyar, 5 tahun
Tidak ada jurnal
(2) Pada saat Entitas A menerima pembayaran dari Investor
Db Kas dan setara kas      100.000.000.000
Kr Sukuk ijarah                            100.000.000.000
(3) Pada saat aset disewakan kepada Konsumen
Tidak ada jurnal
(4) Pada saat menerima pembayaran sewa dari Konsumen
Db Kas dan setara kas      30.000.000.000
Kr Kewajiban                               30.000.000.000

Db Sukuk ijarah               20.000.000.000
Kr Pendapatan sewa                    20.000.000.000

Db Beban penyusutan      20.000.000.000
Kr. Akumulasi penyusutan                       20.000.000.000

(5) Pada saat pembayaran kepada Investor
Db Kewajiban                  30.000.000.000
Kr Kas dan setara kas                  30.000.000.000

B. Sukuk Ijarah Diterbitkan atas Aset yang Disewa
Entitas A menerbitkan sukuk ijarah atas Aset Z yang akan disewanya. Penerbitan sukuk dilakukan dengan skema sebagai berikut:
− Entitas A menerbitkan sukuk ijarah dan Investor membeli sukuk ijarah tersebut.
− Investor mewakilkan kepada Entitas A untuk membeli Aset Z.
− Aset Z disewa oleh Entitas A selama jangka waktu sukuk ijarah.
− Aset Z dihibahkan kepada Entitas A setelah berakhirnya jangka waktu sukuk ijarah, nilai wajar Aset Z sebesar Rp5 milyar.

(1) Pada saat Entitas A menerbitkan sukuk ijarah, Rp100 milyar, 5 tahun
Tidak ada jurnal
(2) Pada saat Entitas A menerima pembayaran dari Investor
Db Kas dan setara kas      100.000.000.000
Kr Sukuk ijarah                            100.000.000.000
(3) Pada saat Entitas A membeli Aset Z atas nama Investor
            Tidak ada jurnal
(4) Pada saat Entitas A menyewa Aset Z kepada Investor
Tidak ada jurnal
(5) Pada saat Entitas A membayar sewa
Db Beban ijarah               10.000.000.000
Db Sukuk ijarah
(bagian dari beban ijarah) 20.000.000.000
Kr. Kas dan setara kas                 30.000.000.000
(6) Pada saat Aset Z dihibahkan kepada Entitas A
Db Aset Z                                    5.000.000.000
Kr Pendapatan
(setara nilai wajar)                               5.000.000.000
C. Sukuk Mudharabah
Entitas A menerbitkan sukuk mudharabah atas Proyek Z. Penerbitan sukuk dilakukan dengan skema sebagai berikut:
-            Entitas A menerbitkan sukuk ijarah dan Investor membeli sukuk ijarah tersebut.
-            Bagi hasil antara Entitas A dan Investor adalah 40% dan 60% dari pendapatan proyek (dasar laba bruto atau gross profit basis).
-            Pengembalian modal pokok dilakukan pada akhir tahun kelima.
(1) Pada saat Entitas A menerbitkan sukuk mudharabah, Rp100 milyar, 5 tahun
Tidak ada jurnal
(2) Pada saat Entitas A menerima pembayaran dari Investor
Db Kas dan setara kas      100.000.000.000
Kr Sukuk mudharabah                 100.000.000.000
(3) Pada saat Aset Z menghasilkan laba bruto Rp15 milyar
Db Kas dan setara kas      15.000.000.000
Kr Pendapatan                             6.000.000.000
Kr Kewajiban                               9.000.000.000
Hal ini akan dilakukan setiap tahun. Pada saat jatuh tempo, dilakukan perhitungan untuk menentukan bagi hasil final.
(4) Pada saat sukuk mudharabah jatuh tempo
Db Sukuk mudharabah    100.000.000.000
Kr Kas dan setara kas                              100.000.000.000

K. Akuntansi Asuransi Syariah
1)      Tujuan
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan     pengungkapan transaksi asuransi syariah.
2)      Ruang Lingkup
Pernyataan ini diterapkan untuk transaksi asuransi syariah yang dilakukan oleh entitas asuransi syariah.
a)    Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam PSAK ini adalah transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi surplus atau defisit underwriting, penyisihan teknis, dan cadangan dana tabarru’.
b)   Entitas asuransi syariah yang dimaksud adalah sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
c)   Entitas asuransi syariah, antara lain, terdiri dari asuransi umum syariah, asuransi jiwa syariah, reasuransi syariah, dan unit usaha syariah dari entitas asuransi dan reasuransi        konvensional. Selanjutnya dalam konteks pengaturan dalam Pernyataan ini akan digunakan istilah “entitas asuransi syariah”.
Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory) misalnya untuk regulator asuransi syariah atau lembaga pengawas asuransi syariah.
3)      Karakteristik
a)     Asuransi syariah adalah sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibatmusibah pada jiwa, badan,  atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi syariah. Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya mengelola operasi asuransi dan menginvestasikan dana peserta.
b)   Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli) antara sesama peserta asuransi.
c)    Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’ digunakan di antara para peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan entitas asuransi syariah.
d)   Pembayaran dari peserta dapat meliputi kontribusi; atau kontribusi dan investasi.
e)     Dana tabarru’ dibentuk dari akumulasi dari surplus underwriting dana tabarru’ yang merupakan milik peserta secara kolektif yang dikelola oleh entitas asuransi syariah.
f)     Pembayaran manfaat asuransi/klaim berasal dari dana peserta kolektif (dana tabarru’) dimana risiko ditanggung secara bersama antara peserta asuransi.
4)      Definisi
Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
a)    Cadangan dana tabarru’ adalah cadangan yang dibentuk dari surplus   underwriting yang tidak dibagikan kepada peserta dan kepada entitas asuransi syariah.
b)   Dana peserta adalah semua dana baik berupa dana tabarru’ maupun dana investasi.
c)    Klaim yang masih dalam proses (outstanding claims) adalah jumlah beban penyisihan untuk klaim yang diperkirakan akan dibayar pada periode mendatang untuk klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai akhir periode berjalan. Penyisihan tersebut termasuk beban penanganan dikurangi beban klaim yang menjadi kewajiban reasuransi.
d)   Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan (claim incurred but not reported) adalah jumlah penyisihan untuk klaim yang terjadi, tetapi belum dilaporkan sampai akhir periode berjalan. Penyisihan tersebut termasuk beban penanganan dikurangi beban klaim yang menjadi kewajiban reasuransi.
e)    Kontribusi (contribution) adalah jumlah bruto yang menjadi kewajiban peserta untuk porsi risiko dan ujrah.
f)    Kontribusi yang belum menjadi hak (unearned contributions) adalah bagian kontribusi kontrak asuransi yang diterima oleh entitas asuransi syariah pada periode berjalan, tetapi periode asuransinya meliputi satu atau lebih periode mendatang. Oleh karena itu, bagian kontribusi tersebut tidak diakui pada periode berjalan.
g)   Kontribusi yang sudah menjadi hak (earned contributions) adalah bagian dari kontribusi kontrak asuransi yang diakui pada periode berjalan.
h)   Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak (unearned contributions provision) adalah jumlah penyisihan untuk memenuhi risiko yang timbul pada periode yang akan datang.
5)      PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
a)        Pengakuan Awal
                        Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian dari dana tabarru’ dalam dana peserta.  Dana tabarru’ yang diterima bukan pendapatan, karena entitas asuransi syariah tidak berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluannya, tetapi hanya
                   mengelola dana sebagai wakil para perserta.
                         Selain dari kontribusi peserta, tambahan dana tabarru’ juga berasal dari hasil investasi yang dilakukan oleh entitas asuransi syariah, antara lain, sebagai wakil peserta (wakalah) atau pengelola dana (mudharabah atau mudharabah musytarakah).
                         Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai:
(1) dana syirkah temporer jika menggunakan akad
(2) mudharabah atau mudharabah musytarakah; dan atau
(3) kewajiban jika menggunakan akad wakalah.
                         Pada saat entitas asuransi menyalurkan dana investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah, entitas mengurangi kewajiban dan melaporkan penyaluran tersebut dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
                        Perlakuan akuntansi untuk investasi dengan menggunakan akad mudharabah, atau mudharabah musytarakah mengacu kepada PSAK yang relevan.
                        Bagian kontribusi untuk ujrah/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi dan menjadi beban dalam laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’.
b)        Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
(1) Surplus dan Defisit Underwriting Dana Tabarru’  Surplus pengelolaan dana tabarru’ (surplus underwriting dana tabarru’) diperlakukan sebagai berikut:
(a) seluruh surplus sebagai cadangan dana tabarru’;
(b) sebagian sebagai cadangan dana tabarru’ dan sebagian
lainnya didistribusikan kepada peserta; atau
(c) sebagian sebagai cadangan dana tabarru’, sebagian didistribusikan kepada peserta, dan sebagian lainnya didistribusikan kepada entitas asuransi syariah.
(2)      Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta dan bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada entitas asuransi syariah diakui sebagai pengurang surplus dalam laporan perubahan dana tabarru’.
(3)     Surplus underwriting dana tabarru’ yang diterima entitas asuransi syariah diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi, dan surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta diakui sebagai kewajiban dalam neraca.
                         Jika terjadi defisit underwriting dana tabarru’, maka entitas asuransi syariah wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian qardh tersebut kepada entitas asuransi syariah berasal dari surplus dana tabarru’ yang akan datang.
c)  Penyisihan Teknis (Technical Provision)
                         Penyisihan teknis untuk asuransi syariah terdiri dari:
(1) Penyisihan kontribusi yaitu jumlah untuk memenuhi klaim yang terkait dengan kontribusi yang timbul pada periode berjalan atau periode mendatang (penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak).
(2) Klaim yang masih dalam proses yaitu jumlah penyisihan atas ekspektasi klaim yang akan dibayar pada periode mendatang yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan. Penyisihan tersebut termasuk beban penanganan dikurangi beban klaim yang menjadi kewajiban reasuransi.
(3) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan yaitu jumlah penyisihan atas klaim yang telah terjadi tetapi tidak dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan. Penyisihan tersebut termasuk beban penanganan dikurangi beban klaim yang menjadi kewajiban reasuransi.
                               Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dalam laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’.
                  
Penyisihan teknis diukur sebagai berikut:
(a) Penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak dihitung menggunakan metode yang berlaku dalam  industri perasuransian.
(b) Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar jumlah estimasi klaim yang masih dalam proses oleh entitas asuransi syariah. Jumlah estimasian tersebut harus mencukupi untuk mampu memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode pelaporan, setelah mengurangkan bagian reasuransi dan bagian klaim yang telah dibayarkan.
(c) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar jumlah estimasi klaim yang diekspektasikan akan dibayarkan pada tanggal neraca berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang terkait dengan klaim paling kini yang dilaporkan dan metode statistik.
d) Cadangan Dana Tabarru’
Cadangan dana tabarru’ digunakan untuk:
(a) menyediakan cadangan defisit yang akan terjadi di periode mendatang; dan
(b) tujuan memitigasi dampak risiko kerugian yang luar biasa yang terjadi pada periode mendatang untuk jenis asuransi (class of business) yang menunjukkan derajat volatilitas
     klaim yang tinggi.
Cadangan dana tabarru’ diakui pada saat dibentuk sebesar jumlah yang dianggap mencerminkan kehatihatian (deemed prudent) agar mencapai tujuan pembentukannya yang bersumber dari surplus underwriting dana tabarru’.
Pada akhir periode pelaporan, jumlah yang diperlukan untuk mencapai saldo cadangan dana tabarru’ yang dibutuhkan diperlakukan sebagai penyesuaian atas surplus underwriting dana tabarru’.
6)      PENYAJIAN
 Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada peserta” dan bagian surplus yang didistribusikan kepada entitas asuransi syariah disajikan secara terpisah pada pos “bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepada pengelola” dalam laporan perubahan dana tabarru’.
Penyisihan teknis disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca. Cadangan dana tabarru’ disajikan secara terpisah pada laporan perubahan dana tabarru’.
7)      PENGUNGKAPAN
Entitas asuransi syariah mengungkapkan terkait kontribusi, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Kebijakan akuntansi untuk:
(i) kontribusi yang diterima dan perubahannya;
(ii) pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya
(b) Piutang kontribusi dari peserta, entitas asuransi, dan reasuransi;
(c) Rincian kontribusi berdasarkan jenis asuransi;
(d) Jumlah dan persentase komponen kontribusi untuk bagian risiko dan ujrah dari total kontribusi per jenis asuransi;
(e) Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’
(f) Jumlah pinjaman (qardh) untuk menutup defisit underwriting (jika ada).
Entitas asuransi syariah mengungkapkan terkait dengan dana investasi, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Kebijakan akuntansi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta; dan
(b) Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam pengumpulan dan pengelolaan dana investasi.
Entitas asuransi syariah mengungkapkan terkait penyisihan teknis, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir);
(b) Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan teknis dan perubahan basis yang digunakan.
 Entitas asuransi syariah mengungkapkan terkait cadangan dana tabarru’, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Dasar yang digunakan dalam penentuan dan pengukuran cadangan dana tabarru’;
(b) Perubahan cadangan dana tabarru’ per jenis tujuan pencadangannya (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir);
(c) Pihak yang menerima pengalihan saldo cadangan dana tabarru’ jika terjadi likuidasi atas produk atau entitas;
(d) Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan distribusi surplus underwriting.
Entitas asuransi syariah mengungkapkan aset dan kewajiban yang menjadi milik dana tabarru’.
8)      Komponen Laporan Keuangan
 Laporan keuangan entitas asuransi syariah yang lengkap terdiri dari:
(a) laporan posisi keuangan (neraca);
(b) laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’;
(c) laporan laba rugi;
(d) laporan perubahan ekuitas;
(e) laporan perubahan dana tabarru’;
(f) laporan arus kas;
(g) laporan sumber dan penggunaan dana zakat;
(h) laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan; dan
(i) catatan atas laporan keuangan.
Bagi entitas yang memiliki kegiatan signifikan berkaitan dengan pengelolaan investasi terikat sebagai wakil dan atau pengelolaan investasi dengan pola bagi hasil maka entitas tersebut menyiapkan laporan dibawah ini yang relevan:
(a) laporan perubahan dana investasi terikat; dan atau
(b) laporan rekonsiliasi bagi hasil.

L.Akuntansi Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari satu pihak kepada pihak lain, terdiri atas hawalah muqayyadah dan hawalah muthlaqah. Dalam hal hawalah dilakukan dengan pengalihan utang syariah maka hanya boleh dilakukan dengan hawalah muthlaqah di mana tidak ada hubungan utang piutang antara muhal ‘alaih dengan muhil sebelum transaksi hawalah.
Entitas keuangan syariah yang bertindak sebagai muhal ‘alaih boleh mendapatkan ujrah (fee) atas kesediaan dan komitmen untuk membayar utang muhil. Besarnya ujrah harus
ditetapkan pada saat akad secara jelas, tetap, dan pasti. Hawalah muqayyadah adalah hawalah di mana muhil adalah pihak yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal ‘alaih. Hawalah muthlaqah adalah hawalah di mana muhil adalah pihak yang berutang, tetapi tidak berpiutang kepada muhal ‘alaih.
Hawalah bil ujrah adalah hawalah dengan pengenaan ujrah/fee yang berlaku pada hawalah muthlaqah. Muhil adalah pihak yang berutang dan sekaligus berpiutang. Muhal adalah pihak yang berpiutang kepada muhil. Muhal ‘alaih adalah pihak yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhal. Pengambilalihan utang adalah pemindahan utang nasabah dari suatu entitas keuangan syariah ke entitas keuangan syariah lain. Jika hawalah telah dilakukan, maka hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.
§  Pengakuan dan Pengukuran
a)      Akuntansi Pihak yang Mengalihkan Utang
Pihak yang mengalihkan utang (muhil) kepada pihak yang menerima pengalihan utang (muhal ‘alaih) menghentikan pengakuan utang kepada pihak berpiutang sebelumnya (muhal) dan mengakui utang baru kepada muhal ‘alaih pada saat selesainya pengalihan utang. Pengalihan utang diselesaikan apabila muhal ‘alaih telah menyelesaikan seluruh utang muhil kepada muhal dan antara muhal dan muhil sudah tidak ada lagi hubungan utang piutang. Perlakuan akuntansi untuk transaksi antara muhal ‘alaih dengan muhil setelah pengalihan utang sesuai dengan akad yang digunakan yang diatur dalam PSAK yang relevan.
Ujrah (fee) yang dibayarkan kepada muhal ‘alaih diakui sebagai beban pada saat terjadinya pengambilalihan utang jika utang harus dilunasi dalam jangka pendek sejak pengalihan, namun diakui secara garis lurus selama periode pelunasan untuk utang jangkapanjang. Biaya transaksi hawalah yang dikeluarkan diakui sebagai beban pada saat terjadinya.  Biaya transaksi yang harus diselesaikan atau dibayarkan kepada muhal ‘alaih, termasuk tetapi tidak terbatas pada biaya legal dan biaya administrasi. Utang kepada muhal ‘alaih dihentikanpengakuannya pada saat diselesaikan.

b)     Akuntansi Pihak yang Menerima Pengalihan Utang
Pihak yang menerima pengalihan utang (muhal ‘alaih) mengakui piutang dari muhil pada saat pembayaran kepada pihak muhal sebesar jumlah utang yang diambil alih. Pengambilalihan diselesaikan apabila muhal ‘alaih telah menyelesaikan seluruh utang muhil kepada muhal dan antara muhal dan muhil sudah tidak ada lagi hubungan utang piutang. Perlakuan akuntansi untuk transaksi antara muhal ‘alaih dengan muhil setelah pengalihan utang sesuai dengan akad yang digunakan yang diatur dalam PSAK yang relevan. Ujrah (fee) yang diterima diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya pengambilalihan utang, jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka pendek sejak pengalihan, namun diakui secara proporsional dengan jumlah piutang yang dapat ditagih untuk piutang jangka panjang.
Penghasilan dalam bentuk ujrah dari pengalihan utang muhil kepada muhal diakui sekaligus pada saat penyelesaian dan tidak diakui sesuai dengan jatuh tempo atau penerimaan angsuran dari muhil, di mana penghasilan tersebut tidak terkait dengan penyelesaian piutang dari muhil. Jika terdapat bukti obyektif atas penyelesaian piutang dari muhil yang mengakibatkan jumlah yang dapat tertagih lebih rendah dari jumlah tagihan maka harus dibuat penyisihan piutang dari muhil sesuai dengan PSAK yang relevan. Piutang kepada muhil dihentikan-pengakuannya pada saat diselesaikan.

§  Penyajian
Entitas keuangan syariah menyajikan piutang dari muhil terpisah dari piutang lainnya dalam neraca sebesar jumlah yang belum dilunasi. Piutang dari muhil disajikan secara terpisah dari piutang lainnya atau pos lainnya untuk membedakan piutang yang timbul dari penyaluran secara internal dan piutang pihak lain yang dialihkan.

§  Pengungkapan
Entitas keuangan syariah mengungkapkan terkait pengalihan utang, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) Jumlah dan saldo utang yang dialihkan pada tanggal pelaporan
(b) Persentase utang yang dialihkan terhadap total piutang
(c) Kebijakan manajemen risiko atas utang yang dialihkan
(d) Kebijakan akuntansi yang digunakan untuk utang yang dialihkan.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada institusi bisnis Islami inilah yang kemudian berkembang menjadi akuntansi syariah. Akuntansi syariah (shari’a accounting) menurut Karim (1990) merupakan bidang baru dalam studi akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai, etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagai akuntansi Islam (Islamic Accounting).
Laporan keuangan syariah yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
a.         Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
b.        Laporan Laba Rugi
c.         Laporan Arus Kas
d.        Laporan Perubahan Ekuitas
e.         Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
f.         Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
g.        Catatan atas Laporan Keuangan
h.        Laporan Surplus Defisit Underwriting Dana Tabarru
i.          Laporan Perubahan Dana Tabaru
Akuntansi syariah yang mempunyai spesifikasi tersendiri seperti akad jual beli yang terdiri dari Murabahah, salam, dan istishna, akad bagi hasil yang terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah, serta sewa menyewa yang terdiri dari Ijarah dan Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik. Selain itu, akuntansi syariah juga digunakan untuk akuntansi penyelesaian utang piutang Murabahah bermasalah, akuntansi Zakat dan Infak/sedekah, sukuk, Asuransi Syariah dan Hawalah.

B.     Saran
Makalah ini hanyalah sebuah ulasan yang sangat sederhana sekali, jadi tentunya banyak sekali hal-hal yang belum tercantum dalam makalah ini, oleh karena itu tidak ada salahnya pembaca yang kebetulan membaca makalah ini untuk lebih mencari lagi data-data yang lebih banyak baik dari buku maupun dari media elektronik lainnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101, tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2007.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102 , tentang Akuntansi Murabahah (Revisi 2006), Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 103 , tentang Akuntansi Salam, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2007.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104 , tentang Akuntansi Istishna’, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2007.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105 , tentang Akuntansi Mudharabah (Revisi 2006), Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106 , tentang Akuntansi Musyarakah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2007.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107, tentang Akuntansi Ijarah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108 , tentang Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah , Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 109 , tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110 , tentang Akuntansi Hawalah dan Sukuk, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2011.
Wiyono, Slamet, Akuntansi Perbankan Syariah, PT Gramedia, Jakarta, 2006.